Pengertian Alqur’an secara etimologi (bahasa)
Ditinjau dari bahasa, alqur’an berasal dari
bahasa arab, yaitu bentuk masdar dari kata kerja qara'a - yaqra'u - qur'anan yang berarti bacaan
atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang. Konsep pemakaian kata tersebut dapat
dijumpai pada salah satu surah alqur’an yaitu pada surat al Qiyamah ayat 17 -
18.
Pengertian Alqur’an secara terminologi
(istilah islam)
Secara istilah, alqur’an diartikan sebagai
kalam Allah swt, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai mukjizat,
disampaikan dengan jalan mutawatir dari Allah swt sendiri dengan perantara
malaikat Jibril dan mambaca alqur’an dinilai ibadah kepada Allah swt.
Alqur’an adalah murni wahyu dari Allah swt,
bukan dari hawa nafsu perkataan Nabi Muhammad saw. Alqur’an memuat
aturan-aturan kehidupan manusia di dunia. Alqur’an merupakan petunjuk bagi
orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Di dalam alqur’an terdapat rahmat yang
besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Alqur’an merupakan petunjuk
yang dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju jalan yang terang.
Dari pengertian di atas diketahui bahwa alqur’an
merupakan media ibadah yang ringan karena pelaksanaannya bisa kapanpun dan di
manapun, namun memiliki nilai pahala yang patut untuk diperhitungkan, apalagi
saat Ramadhan seperti sekarang ini, tentu pahalanya akan semakin berlipat
ganda. Tidak demikian dengan para wanita, ada satu waktu dimana mereka
mengalami haid. Sebagaimana disebutkan oleh para ulama bahwa di antara hal
yang menghalangi seseorang untuk menjalankan ibadah, termasuk membaca alqur’an
adalah haid. Ketika mengalami haid tersebut, tentu mereka terhalang untuk
membaca alqur’an sehingga peluang untuk menabung pahala dari alqur’anpun akan
tertahan.
Apa yang telah dijabarkan di atas adalah
ketentuan untuk cetakan alqur’an yang murni, alias tidak ada tafsir atau
terjemahannya. Lalu, apakah ketentuannya akan sama untuk tafsir alqur’an dan
terjemahannya ???. Berikut ulasan singkatnya,
Dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidiin disebutkan:
(مسألة ى) يُكْرَهُ حَمْلُ التّفْسِيْر ومَسُّه إِنْ زَادَ على القُرْآن
وإلَّا حرم. وتَحْرُمُ قِرَاءَةُ القُرْآنِ عَلى نَحْوِ جُنُبٍ بِقَصْدِ القِرَاءةِ
ولَوْ مَعَ غَيْرِهَا لاَ مَعَ الإِطْلاَقِ عَلى الرّاجِحِ ولاَ بِقَصْدِ غَيْرِ
القِرَاءةِ كَرَدِّ غَلَطٍ وتَعْلِيْمٍ وتَبَرُّكٍ ودُعَاءٍ .
“Makruh membawa dan memegang tafsir yang
jumlah hurufnya melebihi huruf qur’annya, bahkan haram jika jumlah hurufnya
lebih sedikit dari qur’annya. Dan haram membaca alqur’an bagi orang-orang yang
dalam keadaan junub dan sejenisnya (orang yang berhadats besar) bila
bertujuan untuk membacanya meskipun alqur’annya bersama tulisan lain, tapi
tidak haram baginya bila memutlakkan tujuannya menurut pendapat yang kuat. Juga
tidak haram tanpa adanya tujuan membacanya seperti saat membenarkan bacaan yang
salah, mengajar, mencari keberkahan dan berdoa.” [Bughyah al-Mustarsyidiin hal.
26].
Kesimpulan :
- Membaca alquran bagi
wanita haid hukumnya haram, kecuali bila tidak terdapat unsur qoshdul qiroáh
(bertujuan membaca alqur’an) seperti bertujuan membenarkan bacaan yang salah,
mengajarkan alqur’an, mencari keberkahan atau berdoa.
- Memegang/membawa alqur’an yang ada tafsirnya bagi wanita haid
hukumnya haram kecuali bila jumlah huruf tafsirnya lebih banyak ketimbang huruf
alqur’annya, maka hukumnya makruh. Dengan catatan tidak memegang/menyentuh
bagian tulisan alqur’annya.
Sedangkan untuk masalah memegang/membawa alqur’an yang ada
terjemahnya, mutlak haram kecuali saat ia menghawatirkan tersia-siakannya alqur’an
[1]. Dalam Kitab Nihayah Az-zein disebutkan,
أمَّا
تَرْجَمَةُ المُصْحَفِ المَكْتُوْبَةِ تَحْتَ سُطُوْرِهِ فَلَا تُعْطَى حُكْمَ التَّفْسِيْرِ
بَلْ تَبْقَى لِلْمُصْحَفِ حُرْمَةُ مَسِّهِ وحَمْلِهِ كَمَا أَفْتَى بِه السيّد أَحْمَدُ
دَحْلَان حَتّى قَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّ كِتَابَةَ تَرْجَمَةِ المُصْحَف حَرَامٌ مُطْلَقاً
سَوَاءٌ كاَنَتْ تَحْتَهُ أَمْ لَا فَحِيْنَئِذٍ يَنْبَغِي أَنْ يُكْتَبَ بَعْدَ
المُصْحَفِ تَفْسِيْرُهُ بِالعَرَبِيّةِ ثُمّ يُكْتَبُ تَرْجَمَةُ ذَلِكَ التَّفْسِيْرِ
“Terjemah Alquran yang ditulis di bawahnya
tidak bisa disamakan dengan hukum tafsir alqur’an (dimana kalau jumlah huruf qur’annya
lebih banyak ketimbang huruf tafsirnya tidak boleh dipegang oleh orang yang
menanggung hadats). Hukum yang berlaku untuk terjemah alqur’an sama dengan
alqur’an dalam arti tidak boleh dibawa/dipegang oleh orang yang hadats, seperti
yang difatwakan oleh Sayyid Ahmad Dahlan. Bahkan sebagian ulama menyatakan
menerjemah alqur’an di bawahnya atau di mana saja hukumnya haram secara mutlak,
karena sebaiknya ditulis qur’annya dulu baru ditulis tafsirnya kemudian baru
diterjemahkan tafsirnya.” (Nihayah Az-zain I/33).
Sedikit tambahan,
Kalau ketentuan untuk orang yang berhadats
besar termasuk wanita haid terkait alqur’an adalah demikian, apakah bagi mereka
yang berhadats kecil juga sama???. Jawabnya adalah, sama, kecuali dalam masalah
membaca alqur’an. Bagi orang yang berhadats kecil diperbolehkan untuk membaca
al’qur’an tanpa menyentuh dan membawanya.
Wallaahu A'lamu Bishshawaab
Catatan :
[1]. Disebutkan dalam kitab Faidhul Khabir,
إعلم
أن الترجمة لغة النقل وعرفا قسمان : ترجمة معنوية تفسيرية وهي عبارة عن بيان معنى
الكلام وشرحه بلغة أخرى من غير تقييد بحرفية النظم ومراعاة أسلوب الأصل وترتيبه .فيض الخبير : .٢٣
.أما الترجمة
التفسيرية المعنوية لأحكامه فجائزة اتفاقا بشرط التثبت في النقل والتحري لأقوال
الصحابة والتابعين و علماء السنة فيكون تفسيرا موجزا صحيحا كافيا على قدر المستطاع
و يعتبر بيانا لا قرأنا و تبليغا لأحكامه لا معجزا و تبيانا. فيض القدير ص : ٢٦
Ada yang mengatakan bahwa terjemah yang ada
sekarang ini termasuk terjemah tafsiriyah ma'nawiyah, karena terjemah tersebut
diambil dari tafsir yang diakui maka bisa dikategorikan juga sebagai tafsir,
sehingga hukumya sama seperti tafsir murni. Sebagaimana ketentuan di atas, jika
jumlah hurufnya lebih banyak ketimbang qur’annya maka boleh memegang/membawanya.
Wallahu a’lam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar